Dalam kaitannya
dengan farmasi, setiap obat memiliki Index Therapheutic Window terhadap
penyakit tertentu. Setiap obat akan memberikan efeknya apabila kadar obat yang
berikatan dengan reseptornya dapat mencapai area jendela index terapi. Apabila
kadar obat yang berikatan dengan reseptor berada di bawah jendela index terapi,
obat tidak akan berefek, pun jika kadar obat yang berikatan dengan reseptor
melebihi jendela index terapi, maka akan terjadi overdoses. Tidak jauh berbeda
dengan obat, emosi manusia pun demikian, dalam hal atau kasus tertentu, index
emotion window setiap manusia memiliki lebar yang berbeda-beda.
Emosi juga harus
berada dalam index emotion window. Tapi banyak juga orang yang dalam situasi
tertentu, emosinya berada di bawah index emotion window, kapankah itu? Ketika
dia "gak nge-rasa", gak merasa disinggung, gak merasa dimarahi, atau
juga gak merasa yang lainnya. Tidak masalah jika itu terjadi sesekali, tapi
kalau selalu "gak nge-rasa", wah parah nih....gak peka banget jadi
orang. Atau mungkin juga "gak nge-rasa"itu terjadi karena faktor
external pemicu emosi tersebut memang kurang dosisnya.
Masalah lainnya
adalah emosi yang melebihi index emotion window, akibatnya apa? Ya, orang itu
marah besar untuk sesuatu yang harusnya tidak perlu semarah itu, atau contoh
emosi lainnya yang setipe dengan itu. Lalu bagaimana caranya agar emosi itu
berada dalam index emotion window? Kurangi dosis? Tidak mungkin, itu adalah
faktor external. Yang bisa diusahakan adalah memperlebar jendela index emotion.
Caranya? Lapangkanlah hati ^^
#nasehat
(terutama buat diri sendiri)
Nb: kalau analogi
saya salah, mohon dikoreksi^^
Categories:
farmasi,
humaniora,
kacamataku